Terobosan Baru Dalam RUU KUHAP


Penyusunan Rancangan undang-undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hampir tuntas. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Hamid Awaludin mentargetkan, pada bulan Agustus nanti RUU tersebut sudah masuk ke DPR untuk dibahas.

Untuk mematangkan RUU KUHAP tersebut, Depkumham menggelar debat publik yang dihadiri akademisi, praktisi hukum serta para Dirjen Depkumham. Menkumham Hamid Awaludin hadir sebagai pembicara. Dari tim penyusun hadir sebagai pembicara yakni Ketua tim Prof Dr And Hamzah dengan didampingi para anggota tim antara lain Teuku Nasrullah, Indriyanto Senoadji dan Kombes RM Panggabean. Debat dipandu oleh Dirjen Perundang-Undangan dan Peraturan (PP) Depkumham Abdul Wahid.
Banyak terobosan dalam beracara yang dituangkan dalam RUU KUHAP tersebut. Menkumham Hamid Awaluddin menyebutkan, salah satunya adalah terobosan dibentuknya Hakim Komisaris. Wewenang yang dimiliki Hakim Komisaris mirip dengan Giudice per le Iindagini Preliminari di Italia dan Juge de Liberte de la Detention (hakim pembebasan dan penahanan)  di Perancis.
Andi Hamzah menjelaskan, hakim komisaris ini akan dijabat oleh seorang hakim di tiap pengadilan negeri yang diseleksi terlebih dulu oleh Pengadilan Tinggi (PT) dan kemudian diangkat oleh Presiden untuk masa jabatan selama dua tahun.
Tugasnya, yakni memutuskan sah tidaknya penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik (Kepolisian dan Kejaksaan) sah atau tidak. Mengeluarkan izin pengeledahan, penyitaan, penyadapan. Serta memutuskan layak tidaknya perkara diteruskan ke Pengadilan Negeri (PN) atas permintaan Penuntut Umum (PU).
Selain itu, diatur pula hubungan antara Kepolisian dan Kejaksaan dalam upaya penegakkan hukum. Untuk menghindari bolak-baliknya berkas perkara dari Kepolisian dan Kejaksaan, maka kedua instansi tersebut sudah terlibat sejak perkara mulai disidik.
Dalam hal penahanan, saat penyidik Kepolisian akan menahan seorang, maka terlebih dulu harus izin ke Kejaksaan paling lambat dalam waktu dua hari setelah penahanan. Waktu untuk penahanannya pun juga dikurangi menjadi 15 hari. Apabila penyidik baik Kepolisian maupun Kejaksaan akan memperpanjang masa penahanan seorang tersangka, maka harus mengajukan izin ke Hakim Komisaris.
RUU tersebut juga mengatur perubahan upaya hukum. Pertama, semua putusan PN dapat dimintakan Banding ke Pengadilan Tinggi, kecuali putusan bebas. Kedua, semua putusan Pengadilan Tinggi dapat dimintakan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA); kecuali putusan bebas.
Ketiga, upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) hanya berdasarkan dua alasan. Yakni, adanya Novum atau ada keadaan baru yang jika diketahui pada waktu sidang dulu putusan akan menjadi lain. Misalnya orang dipidana berdasarkan keterangan saksi yang bersumpah palsu. Dan ada putusan yang bertentangan. Misalnya ada terdakwa dengan dakwaan bersama-sama namun satu terdakwa divonis bersalah dan satu terdakwa divonis bebas pidana.
RUU KUHAP tersebut juga memperluas asas oportunitas. Jaksa dapat mengkesampingkan perkara apabila tindak pidana antara lain ringan, diancam paling sedikit satu tahun penjara, hanya diancam pidana denda, umur tersangka atau terdakwa pada waktu melakukan tindak pidana di atas 70 tahun dan kerugian sudah diganti.

(sumber : http://www.depkumham.go.id/xDepkumhamWeb/xBerita/xUmum/Terobosan+Baru+Dalam
+RUU+KUHAP.htm)

Tinggalkan komentar